No.31/IV/Juli/2019
327) Seseorang yang menghormati orang tua, tanpa kedengkian dan mengerti waktu yang tepat untuk melihat guru-gurunya. Ketika khotbah Dhamma sedang berlangsung, mengetahui momen yang bagus tersebut, dia hendaknya mendengarkan dengan penuh rasa hormat kata-kata yang diucapkan dengan indah.
Kitab komentar menguraikan empat jenis orang tua yaitu orang yang tua dalam kebijaksanaan (paññāvuḍḍha), tua dalam kualitas-kualitas (guṇavuḍḍha), tua dalam status sosial atau silsilahnya (jātivuḍḍha), dan tua dalam umur (vayovuḍḍha), itulah empat jenis orang tua.
Walaupun muda dalam usia, apabila seorang bhikkhu itu terpelajar, lebih matang dalam hal kebijaksanaan yang berkaitan dengan pengetahuan yang mendalam dibandingkan dengan “para bhikkhu sepuh yang sedikit belajar;” maka bhikkhu yang muda usia adalah yang dikatakan sebagai bhikkhu yang lebih tua dalam kebijaksanaan—meskipun masa vassa-nya lebih yunior dan usianya juga lebih muda.
Demikian juga seorang bhikkhu muda yang telah memiliki pencapaian meditatif—sudah menguasai jhāna, atau mencapai magga dan phala—maka bhikkhu yang seperti ini dinamakan sebagai bhikkhu yang tua dalam kualitas.
Yang berikut ini adalah penjelasan untuk tua jenis yang ketiga dan keempat. Demikian pula, seorang raja kesatria muda yang telah “diurapi di kepala/dinobatkan” secara resmi sebagai raja atau juga seorang brahmana, walaupun berusia muda tetapi dia disebut sebagai tua dalam status sosial karena dia pantas menerima penghormatan dari orang-orang sisanya atau yang lainnya. Akan tetapi, siapa yang lahir pertama kali dinamakan tua dalam hal umur. Ini adalah orang tua jenis keempat.
Kemudian yang dimaksud dengan tanpa kedengkian adalah kedengkian yang berkaitan dengan keuntungan dan lain-lain yang diberikan kepada para orang tua. bhikkhu yang mempunyai pengetahuan atau pencapaian meditasi yang tinggi akan mendapatkan lebih banyak keuntungan berupa dukungan dari umat atau lainnya. Buddha seolah-olah memberi nasihat kepada bhikkhu muda “Jangan dengki apabila kamu harus melihat hal-hal seperti itu.”
Yang dimaksud dengan mengerti waktu yang tepat di sini adalah seseorang mengerti waktu yang tepat untuk pergi melihat guru-gurunya supaya bisa bertanya demi tujuan pelenyapan nafsu yang telah muncul.
Di Anguttara Nikāya Paṭhamasamaya Sutta buku ke-6 Sutta ke-27 mencatat 6 saat yang tepat untuk mengunjungi bhikkhu yang terhormat yaitu saat batin dikuasai oleh (1) hasrat ragawi, (2) pikiran yang jahat, (3) kemalasan, (4) kantuk, (5) bingung, (6) penyesalan dan keraguan.
Yang dimaksudkan dengan khotbah Dhamma di Sutta ini adalah khotbah yang berkaitan dengan samatha dan vipassanā karena Y.A. Sariputta sesungguhnya bertujuan supaya muridnya berkembang. Sebagai perumah tangga tentu khotbah-khotbah tentang perilaku yang baik juga sangat bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya, arti dari mengetahui momen yang bagus adalah seseorang hendaknya berpikir “Sangatlah sulit untuk mendapatkan momen mendengarkan Dhamma yang seperti ini.”
Arti dari hendaknya mendengarkan dengan penuh rasa hormat adalah hendaknya mendengarkan khotbah tersebut dengan penuh rasa hormat. Dan tidak hanya itu, dia hendaknya juga mendengarkan dengan penuh hormat kata-kata yang diucapkan dengan indah yang berkaitan dengan kualitas-kualitas Buddha, Dhamma dan Saṅgha.
Sumber: Ashin Kheminda, Buku Kompilasi Ceramah tentang SUTTANTA, Dhammavihārī Buddhist Studies, Jakarta, 2019. Hlm 113-119.