No.24/II/Apr/2019
105) Demikianlah, kami mengetahui hal ini. Inilah sebab ketujuh untuk keruntuhan. “Beritahukanlah yang kedelapan, Begawan. Apakah sebab untuk keruntuhan?”
106) “Seorang penggoda perempuan, pemabuk, penjudi, dia membuat apa pun yang telah diperolehnya hancur; inilah sebab untuk keruntuhan.”
Walaupun Buddha hanya menyebutkan penggoda perempuan tetapi tentu saja hal yang sama juga berlaku bagi penggoda laki-laki. Kitab komentar menjelaskan bahwa yang dimaksud sebagai seorang penggoda perempuan adalah seorang yang tergila-gila pada perempuan-perempuan (itthīsu sāratto) dan setelah memberi mereka apa pun yang bisa diberikan, dia “mengumpulkan” perempuan-perempuan tersebut satu per satu. Istilah “mengumpulkan” di sini berarti suka dengan banyak perempuan.
Kemudian yang dimaksud sebagai seorang pemabuk adalah seseorang yang menyingkirkan semua harta bendanya dan “sibuk” dengan minuman yang mengandung alkohol (sabbampi attano santakaṃ nikkhipitvā surāpānapayutto). Yang dimaksud dengan kata “menyingkirkan” di atas adalah membelanjakan seluruh uangnya hanya untuk membeli minuman keras dan sibuk dengan minuman yang mengandung alkohol. Kegiatannya sehari-hari hanyalah menenggak minuman keras dan bermabuk-mabukan. Inilah yang menurut Buddha sebagai sebab keruntuhan.
Kemudian apa yang dimaksud sebagai seorang penjudi (akkhadhutto) di syair ini? Para guru di masa lalu menjelaskan penjudi sebagai seseorang yang kecanduan dengan permainan bahkan dengan taruhan pakaiannya sekalipun. Begitulah orang yang kecanduan berjudi, barang apa pun dipertaruhkan olehnya—bahkan kalau sudah tidak mempunyai apa-apa lagi maka pakaian juga akan dipertaruhkan.
Disebabkan oleh tiga alasan di syair no. 106—penggoda perempuan, pemabuk dan penjudi—maka apa pun yang telah diperoleh hancur—[di sini] hendaknya dipahami sebagai dia membuat apa pun yang telah diperolehnya hancur.
Sumber: Ashin Kheminda, Buku Kompilasi Ceramah tentang SUTTANTA, Dhammavihārī Buddhist Studies, Jakarta, 2018. Hlm. 77-82