Kiṃsīla Sutta 322

09 Sep 2019

No.37/II/Sept/2019

332) Mereka yang senang di dalam Dhamma yang disampaikan oleh para orang suci tidak ada taranya dalam hal ucapan, pikiran dan perbuatan. Kukuh dalam kedamaian, kelembutan dan samādhi; mereka telah sampai pada esensi dari pengetahuan kitab suci dan kebijaksanaan.

Dhamma yang disampaikan oleh para orang suci adalah samatha dhamma dan vipassanā dhamma. Oleh karena tidak ada satu Buddha pun yang muncul di bumi ini dan kemudian parinibbāna tanpa pernah mengajarkan samatha dan vipassanā dhamma. Semua Buddha mengajarkan samatha dan vipassanā supaya semua muridnya dapat merealisasi magga, phala dan Nibbāna (Jalan, Buah dan Nibbāna) dan dengan demikian mereka bisa keluar dari saṃsāra.

Mereka yang senang di dalam Dhamma yang disampaikan oleh para orang suci adalah mereka yang menyukainya, yang penuh kewaspadaan, yang terus-menerus melatihnya—mereka adalah orang yang tiada taranya dalam hal ucapan, pikiran dan perbuatan.

Mereka disertai dengan empat jenis perilaku yang baik melalui ucapan yaitu menghindari ucapan-ucapan yang tidak benar (kebohongan), ucapan atau kata-kata fitnah, kata-kata yang kasar yang menusuk perasaan orang lain dan omong kosong.

Mereka juga disertai dengan tiga jenis perilaku baik yang muncul melalui pikiran yaitu tanpa-keserakahan (tidak serakah), tanpa pikiran-jahat atau kehendak-kehendak jahat, dan berpandangan-benar. Pandangan-benar duniawi adalah pandangan yang meyakini adanya hukum kamma.

Mereka juga disertai dengan tiga jenis perilaku yang baik melalui perbuatan yaitu menghindari pembunuhan, pencurian dan perzinaan.

Dengan kualitas-kualitas seperti di atas maka orang tersebut tiada taranya dalam hal ucapan, pikiran dan perbuatan. Mereka tidak bisa disamai oleh makhluk lainnya; terbaik dan superior. Sejauh ini, dia telah menunjukkan sīla yang berkaitan dengan Jalan ariya bersama dengan sīla yang menjadi bagian dari latihan awalnya.

Kukuh dalam kedamaian, kelembutan dan samādhi; mereka telah sampai pada esensi dari pengetahuan kitab suci dan kebijaksanaan. Mereka yang sīla-nya telah dimurnikan (dengan kesadaran Jalan) kukuh dalam kedamaian, kelembutan dan samādhi; mereka telah sampai pada esensi dari pengetahuan kitab suci dan kebijaksanaan mereka. Mereka telah merealisasi apa yang mereka pelajari.

Istilah kedamaian di sini merujuk kepada Nibbāna atau kelembutan. Kelembutan, di sini, artinya adalah kebijaksanaan yang menembus fenomena sesuai realitas—karena senang di dalam hal yang baik. Artinya, kalau seseorang sudah berhasil mengembangkan samādhi yang kuat maka dia bisa menembus fenomena secara objektif; secara apa adanya.

Kelembutan kedamaian adalah istilah untuk kebijaksanaan Jalan yang mengambil Nibbāna sebagai objeknya.
Samādhi di sini merujuk kepada samādhi yang berasosiasi dengan Jalan (maggasamādhi).
Kukuh artinya kukuh di dalam keduanya yaitu di dalam kelembutan kedamaian dan samādhi. Mereka telah sampai pada esensi/intisari dari apa yang telah dipelajari dan juga intisari kebijaksanaan. Yang dimaksud dengan esensi dari pengetahuan kitab suci dan kebijaksanaan, di sini, adalah pembebasan yang tidak tergoyahkan (akuppavimutti). Pembebasan ini terjadi melalui Buah Arahatta (Arahatta phala).

Jadi, kehidupan suci ini sesungguhnya memiliki esensi berupa pembebasan dari semua kilesa. Dengan tidak adanya kilesa, maka kehidupan yang sekarang adalah kehidupan yang terakhir, setelah kematiannya sudah tidak akan lagi diikuti oleh kelahiran yang baru.

Demikianlah, Buddha mengakhiri khotbahnya dengan puncaknya adalah pencapaian arahatta. Di akhir khotbah, bhikkhu tersebut mencapai Buah Sotāpatti; tidak lama kemudian dia “mantap” di dalam Arahatta—buah yang tertinggi.

Sumber: Ashin Kheminda, Buku Kompilasi Ceramah tentang SUTTANTA, Dhammavihārī Buddhist Studies, Jakarta, 2019. Hlm 134-139